Minggu, 19 Januari 2014

TEORI BELAJAR BERMAKNA

PSIKOLOGI PENDIDIKAN II
TEORI BELAJAR BERMAKNA
DOSEN PENGAMPU :I KETUT PASEK GUNAWAN,S.Pd.H





OLEH :
LUH APRIANTINI
NIM : 1.0.1.1.1.1 3831


JURUSAN  PENDIDIKAN AGAMA
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2011


KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat Rahmat dan Karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan tugas makalah Tata Susila III dengan judul ”Pengendalian Diri, Kesusilaan dan Kedursilaan” ini tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami selalu mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Dosen Tata Susila III maupun teman-teman sekalian.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini. Semoga dengan selesainya makalah ini dapat berguna bagi kita semua guna menambah pengetahuan dan wawasan kita.
Om santih,santih,santih,Om


Singaraja,  April 2012

Penulis






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………...       i   
DAFTAR ISI …………………………………………………………..         ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.     Latar Belakang ……………………………………………….           1
1.2.     Rumusan Masalah ...…………………………………………     2
1.3.     Tujuan Penulisan ...…………………………………………..           2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Teori Belajar Bermakna …………………………….     3
2.2. Faktor-faktor dan Langkah-langkah yang Mempengaruhi
       Teori  Belajar Bermakna…...…………………………………. …     5
2.3. Syarat-syarat dan Kebaikan Teori Belajar Bermakna …………..    7
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ……………………………………………………….     9
3.2.Saran ………………………………………………………………     9
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….     10










        BAB I
PENDAHULUAN

1.1.     LATAR BELAKANG
Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan. Pembelajaran itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya.
 Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak    jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya. Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar.
1.2.    RUMUSAN MASALAH
1.2.1.    Apa pengertian teori belajar bermakna?
1.2.2.    Faktor-faktor dan langkah-langkah apa yang mempengaruhi  teori belajar bermakna?
1.2.3.    Apa syarat-syarat dan kebaikan dari teori belajar bermakna?

1.3.     TUJUAN PENULISAN.
1.3.1.    Untuk mengetahui pengertian teori belajar bermakna.
1.3.2.    Untuk mengetahui faktor-faktor dan langkah-lagkah yang mempengaruhi teori belajar bermakna.
1.3.3.    Untuk mengetahui syarat-syarat dan kebaikan teori belajar bermakna.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Teori Belajar Bermakna
Belajar bermakna adalah belajar di mana siswa harus mengkaitkan konsep baru dengan yang diperolehnya dalam bentuk proposisi (hubungan antar konsep) yang benar. David P. Ausubel adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa lebih mudah memahami dan mempelajari, karena guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya sehingga mereka dengan mudah mengaitkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya. Sehingga belajar dengan “membeo” atau belajar hafalan (rote learning) adalah tidak bermakna (meaningless) bagi siswa. Belajar hafalan terjadi karena siswa tidak mampu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang lama. Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning).
Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya. Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa
Sebaliknya jika siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna. Nasution 1982:158 menyimpulkan kondisi- kondisi belajar bermakna sebagai berikut :

1.    Menjelaskan hubungan atau relevansi bahan- bahan baru dengan bahan- bahan lama
2.    Lebih dahulu diberikan ide yang paling umum dan kemudian hal- hal yang lebih terperinci.
3.     Menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahan baru dengan bahan lama.
4.     Mengusahakan agar ide yang telah ada dikuasai sepenuhnya sebelum ide yang baru disajikan
Empat tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:
1.    Belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau siswa menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
2.    Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
3.    Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna, materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki.
4.    Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna, yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia miliki.

2.2. Faktor-faktor dan langkah-langkah yang mempengaruhi teori belajar bermakna.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah:
1.     Struktur kognitif yang ada. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar.
2.     Stabilitas
3.     Kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu.
Langkah-langkah kegiatan yang mengarah pada timbulnya belajar bermakna adalah sebagai berikut:
1.    Orientasi mengajar tidak hanya pada segi pencapaian prestasi akademik, melainkan juga diarahkan untuk mengembangkan sikap dan minat belajar serta potensi dasar siswa.
2.    Topik-topik yang dipilih dan dipelajari didasarkan pada pengalaman anak yang relevan. Pelajaran tidak dipersepsi anak sebagai tugas atau sesuatu yang dipaksakan oleh guru, melainkan sebagai bagian dari atau sebagai alat yang dibutuhkan dalam kehidupan anak.
3.    Metode mengajar yang digunakan harus membuat anak terlibat dalam suatu aktivitas langsung dan bersifat bermain yang menyenangkan.
4.    Dalam proses belajar perlu diprioritaskan kesempatan anak untuk bermain dan bekerjasama dengan orang lain.
5.    Bahan pelajaran yang digunakan hendaknya bahan yang konkret
6.    Dalam menilai hasil belajar siswa, para guru tidak hanya menekankan aspek kognitif dengan menggunakan tes tulis, tetapi harus mencakup semua domain perilaku anak yang relevan dengan melibatkan sejumlah alat penilaian.
     Sedangkan langkah-langkah yang biasanya dilakukan untuk menerapkan belajar bermakna Ausebel sebagai berikut :


1.    Advance Organizer
Penyampaian awal tentang materi yang akan dipelajari siswa diharapkan siswa secara mental akan siap untuk menerima materi kalau mereka mengatahui sebelumnya apa yang akan disampaikan guru.
2.    Progressive Differensial
Materi pelajaran yang disampaikan guru hendaknya bertahap. Diawali dengan hal-hal atau konsep yang umum, kemudian dilanjutkan ke hal-hal yang khusus, disertai dengan contoh-contoh.
3.    Integrative Reconciliation
Penjelasan yang diberikan oleh guru tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep yang telah mereka ketahui dengan konsep yang baru saja dipelajari.
4.    Consolidation
Pemantapan materi dalam bentuk menghadirkan lebih banyak contoh atau latihan sehingga siswa bisa lebih paham dan selanjutnya siap menerima materi baru.

2.3. Syarat-syarat dan kebaikan teori belajar bermakna.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan persyaratan sebagai berikut :
1.    Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan     tingkat    perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
2.    Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan   penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.
3.    Suatu materi memiliki kebermaknaan logis berarti materi tersebut dapat dihubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada pada siswa, maka siswa harus memiliki materi yang sesuai dengan hal yang akan dipelajari. Bila siswa dalam struktur kognitifnya telah memiliki materi, ide-ide yang sesuai, yang memungkinkan materi baru dapat dihubungkan padanya secara secara substantive maka materi tersebut telah memiliki kebermaknaan potensial.
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.Belajar bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan belajar. Cara belajar Bermakna dengan Menggunakan Peta Konsep :
1.     Pilih suatu bacaan dari buku pelajaran.
2.    Tentukan konsep-konsep yang relevan
3.    Urutkan konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif atau contoh-contoh.
4.    Susun konsep-konsep tersebut di atas kertas mulai dari konsep yang paling inklusif di puncak konsep ke konsep yang tidak inklusif di bawah.
5.    Hubungkan konsep-konsep ini dengan kata-kata penghubung sehingga menjadi sebuah peta konsep.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik. Kebaikan-kebaikan dari belajar bermakna. Ausubel dalam Dahar (1989) menggemukakan tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu:
1.    Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.
2.    Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
3.    Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.











BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan   
Jadi belajar bermakna (meaningful learning) itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan.
Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan. Pembelajaran itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya.

3.2.     Saran
Untuk menjadi seorang pelajar yang baik perlu adanya pemahaman akan arti belajar bermakna sehingga kita dapat memahami dalam mengaitkan informasi dengan konsep yang disajikan dalam tiap materi, dalam hal ini kita jangan menghafal semua materi yang ada karena sangat tidak efektif untuk dapat menerapkan ilmu yang kita peroleh
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, C. Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta

Mulyati. 2005. Psikologi Belajar. Surakarta: Andi

Pidarta,Made.2007.Landasan Kependidikan.Jakarta:Rineka Cipta

www/http/google


Tidak ada komentar:

Posting Komentar